Ini penjelasan menarik dari Khutbah Jumat mengenai mencuri diam-diam dan mudaratnya.
Khutbah Pertama
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِ القَوِيْمِ وَدَعَا إِلَى الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا
اللّهُمَّ عَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا، وَانْفَعَنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا، وَزِدْنَا عِلْماً، وَأَرَنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرَنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
Amma ba’du …
Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah …
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita nikmat iman. Itulah nikmat yang paling besar yang wajib kita syukuri.
Dan kita diperintahkan untuk bertakwa kepada-Nya sebagai bentuk syukur kita kepada-Nya. Perintah takwa ini sebagaimana disebutkan dalam ayat,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”
(QS. Ali Imran: 102)
Shalawat dan salam kepada sayyid para nabi, nabi akhir zaman, rasul yang syariatnya telah sempurna, rasul yang mengajarkan perihal ibadah dengan sempurna. Semoga shalawat dari Allah tercurah kepada beliau, kepada istri-istri beliau, para sahabat beliau, serta yang disebut keluarga beliau karena menjadi pengikut beliau yang sejati hingga akhir zaman.
Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah …
Dalam khutbah kali ini, kami ingin membedah secara ringkas mengenai hukum mencuri dan mudaratnya. Karena begitu merajalela pencurian di mana-mana, maka butuh dijelaskan ancaman-ancamannya dalam syariat kita.
Apa itu mencuri?
Mencuri dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti mengambil barang milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi-sembunyi.
Secara lughah (bahasa Arab), mencuri disebut dengan as-sariqoh yang berarti mengambil sesuatu diam-diam.
Secara istilah syari, as-sariqoh adalah orang berakal baligh mengambil sesuatu dengan kadar nishab tertentu atau punya nilai tertentu, masih milik orang lain, tidak syubhat di dalamnya, dan mengambilnya secara diam-diam. Demikian disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 24:292.
Sebagaimana disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah (24:292), disebut as-sariqoh jika memenuhi empat rukun:
- Ada pencuri
- Ada orang yang dicuri barangnya
- Ada harta yang dicuri
- Mengambilnya diam-diam.
Tentang hukuman bagi yang mencuri disebutkan dalam surah Al-Maidah,
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌفَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah: 38 dan 39)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
أَنَّ امْرَأَةً سَرَقَتْ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَ بِهَا الَّذِينَ سَرَقَتْهُمْ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ هَذِهِ الْمَرْأَةَ سَرَقَتْنَا. قَالَ قَوْمُهَا فَنَحْنُ نَفْدِيهَا – يَعْنِى أَهْلَهَا – فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « اقْطَعُوا يَدَهَا ». فَقَالُوا نَحْنُ نَفْدِيهَا بِخَمْسِمِائَةِ دِينَارٍ. قَالَ « اقْطَعُوا يَدَهَا ». قَالَ فَقُطِعَتْ يَدَهَا الْيُمْنَى فَقَالَتِ الْمَرْأَةُ هَلْ لِى مِنْ تَوْبَةٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « نَعَمْ أَنْتِ الْيَوْمَ مِنْ خَطِيئَتِكِ كَيَوْمِ وَلَدَتْكِ أُمُّكِ ». فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِى سُورَةِ الْمَائِدَةِ (فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ) إِلَى آخِرِ الآيَةِ.
“Sesungguhnya ada seorang wanita mencuri di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas wanita itu dihadapkan pada orang-orang yang dicuri barangnya. Lantas mereka yang barangnya dicuri berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Wahai Rasulullah, ini ada wanita yang telah mencuri.’ Keluarganya pun berkata, ‘Biar kami yang menebusnya.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengatakan, ‘Potonglah tangannya.’ Keluarganya berkata, ‘Biar kami tebus dengan 500 dinar (sekitar 1 Milyar rupiah, pen.).’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap mengatakan, ‘Potonglah tangannya.’ Lantas tangannya sebelah kanan dipotong (lantaran mencuri). Wanita tersebut kemudian mengatakan, ‘Apakah taubatku masih tetap diterima, wahai Rasulullah?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Iya. Engkau pada hari ini telah terhapus kesalahan-kesalahanmu sebagaimana keadaan saat engkau dilahirkan oleh ibumu.’ Maka turunlah firman Allah dalam surah Al-Maidah, ‘Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’” (HR. Ahmad, 2:177 dan Al-Haitsami dalam Al-Majma, 6:276. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini dhaif. Syaikh Ahmad Syakir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).
Sebenarnya jika seseorang menjaga shalat, maka shalat akan pelan-pelan mencegahnya dari tindakan mencuri.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ada seseorang yang pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia mengatakan,
إِنَّ فُلاَنًا يُصَلِّيْ بِاللَّيْلِ فَإِذَا أَصْبَحَ سَرِقَ؟ فَقَالَ: “إِنَّهُ سَيَنْهَاهُ مَا يَقُوْلُ
“Ada seseorang yang pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata, “Ada seseorang yang biasa shalat di malam hari namun di pagi hari ia mencuri. Bagaimana seperti itu?” Beliau lantas berkata, “Shalat tersebut akan mencegah apa yang ia lakukan.” (HR. Ahmad, 2:447, sanadnya sahih kata Syaikh Syuaib Al-Arnauth).
Dalam ayat disebutkan,
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al-‘Ankabut: 45).
Para ulama mengingatkan keras mengenai perbuatan mencuri.
Imam Adz-Dzahabi memasukkan mencuri dalam dosa besar nomor ke-21 dalam kitabnya Al-Kabair.
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan bahwa hukum potong tangan dulu terjadi pada zaman Jahiliyah, lantas Islam menyetujui hukum ini dengan penambahan syarat-syarat tertentu. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 3:394.
Imam Ahmad rahimahullahmengatakan bahwa jika seseorang membeli barang yang ia ketahui telah dicuri oleh seseorang, maka ia dihukumi sama-sama mencuri. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Masail Al-Imam Ahmaddiriwayatkan oleh Al-Baghawi (681).
Terakhir …
Ada beberapa mudarat dari mencuri:
- Mencuri itu menafikan kesempurnaan iman.
- Mencuri merupakan salah satu dosa besar dalam Islam.
- Mencuri menunjukkan kehinaan dan tak berharganya diri.
- Mencuri membuat orang lain menarik diri darinya karena tidak adanya lagi jaminan terjaganya harta mereka.
- Mencuri menyebabkan hukuman di akhirat dan aib di dunia.
- Mencuri menyebabkan orang-orang tidak merasakan keamanan walau itu suatu yang remeh (kecil).
- Doa para pencuri itu sulit dikabulkan oleh Allah.
Moga Allah menyelamatkan kita dari berbagai kemungkaran, menyelamatkan kita dari akhlak tercela, dan memasukkan kita ke dalam surga-Nya.
Demikian khutbah pertama ini. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah.
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ إِنَّهُ هُوَ السَمِيْعُ العَلِيْمُ
Khutbah Kedua
الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَافِ الأَنْبِيَاءِ وَالمرْسَلِيْنَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْاصَلُّوْاعَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى
اللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
اللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِى الأُمُورِ كُلِّهَا وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْىِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ اَللَّهُمَّ أَبْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالْمُفْسِدِيْنَ وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ أَهْلَ الْخَيْرِ وَالنَّاصِحِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ ومَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Referensi:
- Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah. Penerbit Kementrian Agama Kuwait.
- Nadhrah An-Na’im fii Makarim Akhlaq Ar-Rasul Al-Karim shallallahu ‘alaihi wa sallam. Cetakan kesembilan, Tahun 1435 H. Musyrif: Shalih bin ‘Abdullah bin Humaid, ‘Abdurrahman bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Malluh. Penerbit Darul Wasilah. Jilid kesepuluh.
- Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Imam Ibnu Katsir. Tahqiq: Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
Naskah Khutbah Jumat Pahing, 29 Dzulhijjah 1440 H
@ Masjid Jenderal Sudirman Giriharjo Panggang Gunungkidul
Oleh yang selalu mengharapkan ampunan Allah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com